ARTIKEL

Penyembelihan kambing aqiqah harus manual

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, penyembelihan untuk hewan harus dilaksanakan secara manual, tanpa didahului dengan stunning (pemingsanan) dan semacamnya.
“Walau demikian, harus dilakukan dengan usaha meminimalisir terjadinya penyiksaan (ta’dzib) dalam proses penyembelihan,” kata MUI dalam website resminya), Ahad (5/5).
MUI menjelaskan, dalam hal penyembelihan menggunakan stunning, hal itu dibolehkan dengan ketentuan, hewan hanya pingsan sementara tidak menyebabkan kematian, tidak menyebabkan cedera permanen, dilakukan dengan ihsan, tidak menyiksa hewan, dan teknis pelaksanaan di bawah pengawasan para ahli.

“Untuk itu perlu ada langkah-langkah sebagai berikut, Langkah kongkret dalam penyediaan peralatan penyembelihan dengan peralatan modern, sebagai manifestasi dari modernisasi ihsan non-stunning,” tutur MUI.

Hal itu disampaikan dalam Pertemuan para pimpinan MUI Pusat dan ketua MUI daerah serta Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia bersama Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) yang membahas tentang “Sosialisasi Pelaksanaan Stunning (pemingsanan) yang Memenuhi Persyaratan Halal”, yang berlangsung di Jakarta pada 29 hingga 30 April 2013.

Pertemuan tersebut diharapkan menghasilkan kesepakatan dan rekomendasi nasional setelah pengamatan dan mencermati praktek penyembelihan di Rumah Potong Hewan (RPH) di berbagai daerah, dan setelah menelaah Ketentuan Fatwa MUI terkait penyembelihan halal.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, ketentuan mengenai praktek penyembelihan halal, semuanya terikat oleh Fatwa MUI Tahun 1976 tentang Penyembelihan Hewan Secara Mekanis, Fatwa Tahun 2003 tentang Standar Produk Halal, dan Fatwa Tahun 2009 tentang Standar Sertifikasi Penyembelihan Halal.

Pelatihan penyembelih terkait dengan aspek syar’i (pemahaman keagamaan tentang tata cara penyembelihan) serta aspek teknis (pemahaman teknis penggunaan peralatan secara benar) untuk kepentingan sertifikasi penyembelih, LPPOM membuat standar pelatihannya.
MUI juga mendesak Pemerintah mewajibkan seluruh Rumah Potong Hewan (RPH), baik di pemerintah maupun swasta, untuk mensertifikasi halal produknya, mengikuti ketentuan Fatwa MUI dan ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan proses LPPOM MUI.
MUI juga mengatakan, perlu ada sosialisasi yang memadai terhadap Fatwa MUI terkait dengan standar penyembelihan halal, khususnya di lingkungan dinas-dinas peternakan, Rumah Potong Hewan (RPH), standar MUI tersebut untuk keperluan Masyarakat, pemegang kebijakan, pemangku kepentingan serta masyarakat umum.

Menurut MUI, Rumah Potong Hewan (RPH) yang telah memiliki sertifikat halal dan memiliki peralatan baru untuk proses stunning tetapi belum memenuhi ketentuan Fatwa, maka ada masa transisi, MUI perlu menyurati Rumah Potong Hewan (RPH) untuk melakukan perbaikan pada aspek yang perlu diperbaiki, dan setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang.
Dan dalam masa transisi tersebut, MUI menghentikan sementara keberlakuan sertifikat halal. Jika dalam masa transisi tidak dilakukan perbaikan, dicabut sertifikatnya dan disampaikan ke publik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar